Kamis, 03 Oktober 2013

CERPEN: Someday We'll Meet in Paris

SEMUA BERAWAL DARI MIMPI
Paris, Perancis, 2030.
                20 jam perjalanan Jakarta-Paris cukup membuatku teler. Pemandangan khas Eropa dari bandara Charles de Gaulle sampai Hotel Daniel Paris sama sekali tidak kuperhatikan, aku pusing setengah mati. Kira-kira pukul 20.00 taksi yang kutumpangi sampai di hotel. Sesampainya di kamar hotel, aku langsung tidur. Mungkin kalau bukan k arena telepon dari Reina, aku bisa tidur 2 hari penuh.
                “Haloooh?”
                “HEY, MADEMOISELLE MORA!”
                “Aduuuh! Orang lagi tidur mlah digangguin! Uuuugggh!”
                “Iiih, bangun dong! Cepet siap-siap!”
                “Aku mau tidur lagi…”
                “Kamu tau ngga ini udah jam berapa? Ini udah jam 6 sore!”
                Aku langsung bangkit dari tempat tidur dan membuka tirai krem bermotif bunga Peony. Matahari mulai bersembunyi. Jam tangan yang sudah kusetel dengan waktu Perancis menunjukkan jam 18.05. Berarti aku sudah tidur 23 jam! Pantasan perutku keroncongan.
                “Hehe, iya, ya.. Ternyata udah sore. Aku mandi dulu ya, Rei! Kita ketemuan dimana?”
                “Dasar kebo! Ehm, Jules Verne. Jam 7, ya! Jangan telat!”
                “Iya, iya. Kamu pakai baju warna apa? Ntar takutnya aku ngga ngenalin wajahmu, hehe.”
                “Biasa, jaket kulit warna coklat.”
                “Ok, à bientôt!”
                Restoran Jules Verne adalah sebuah restoran mewah yang berada di tingkat 2 menara Eiffel. Aku sudah 3 kali makan disana. Memang agak ribet sih reservasinya, harus 1 bulan sebelum kesana. Tapi pemandangan kota Paris dari atas menara Eiffel memang tak pernah membosankan. Dulu menara Eiffel dan Jules Verne adalah mimpiku. Tapi sekarang, sejak aku mendapat beasiswa S2 di Perancis dan kini menjadi jurnalis sekaligus penulis yang sukses, aku bisa bolak-balik Indonesia-Eropa seenak hati.
                Sesampainya di bawah menara Eiffel, aku melihat 2 orang laki-laki yang kelihatan sangat familier. Kok kayaknya aku kenal, ya? Tanyaku dalam hati. Aku sempat terdiam selama beberapa detik, mencoba mengingat-ingat. Lelaki yang satu berbadan kurus, jangkung, dan berwajah cassanova, sedangkan yang satunya bermata sipit seperti orang Jepang. Ya Tuhan! Aku ingat!
                “Ken.. Kendra? Tommy?” Tanyaku pada mereka. Mereka menghentikan pembicaraan lalu menatapku dari atas sampai bawah. “Did we know each other?” Tanya yang berwajah Jepang dengan tamapng heran. Apakah aku salah orang? “Did we ever meet before?” Tanya si tampang cassanova. Waduh, aku salah orang. “Eeehm, I’m so sorry. I think, both of you are my old friends,” kataku malu. Aku segera meninggalkan mereka berdua. Terdengar cekikikan mereka dari belakangku, mereka pasti menertawakanku. Betapa malunya diriku…
                Aku segera naik ke tingkat 2. Menara Eiffel di hari Rabu tidak terlalu ramai. Sesampainya di Jules Verne, aku disambut oleh 2 orang pelayan yang ramah. Mereka menawarkanku untuk mencarikan tempat duduk Reina, tapi aku menolak. Tak sulit menemukan Reina karena ia adalah satu-satunya orang yang memakai jaket kulit coklat di ruangan tersebut.
“Hai, Rei!” Sapaku. Reina berdiri dari tempat duduknya kemudian memeluk dan mencium kedua pipiku. “10 tahun ngga ketemu, kamu kurusan, hehe. Apa kabar cita-cita jadi suster?” Tanya Reina. “Gara-gara dikejar deadline terus, nih. Haha, tahun depan aku masuk biara. Lusa mau kunjungan ke biara yang ada disini. Kamu sendiri gimana? Apa kabar si Gala?” Jawabku. Reina menunjukkan cincin emas yang melingkar dengan cantik di jari manis kanannya. Dia sudah menikah. “Ya ampun, sama Gala? Kapan? Kok ngga ngundang aku, sih?” Tanyaku. Reina tersenyum,”Ya, sama Gala. 9 tahun yang lalu. Gimana mau ngundang?! Orang kamu lagi sibuk ngurus tesis di Perancis. Dari kalian berlima, cuma Kendra sama Ivana yang dateng. Kamu kan tau sendiri, Tommy di Jepang dan Talitha di Cina.”
                Makan malam kami diselingi cerita dan canda. Waktu menunjukkan pukul 20.30 dan kami memutuskan untuk kembali ke hotel. “Jangan lupa besok, jam 10 di bawah Eiffel,” teriak Reina dari dalam taksinya. Aku cuma melambaikan tangan. Aku tak langsung pulang. Aku menikmati keindahan Sungai Seine di malam hari. Aku duduk di sebuah bangku kosong, memandangi sungai yang berhiaskan lampu warna-warni. Inilah perbedaan sungai-sungai di Perancis dengan Indonesia, disini sungainya sangat bersih dan dihias sehingga bisa dinikmati. Udara semakin dingin, angin berhembus kencang, aku memutuskan untuk kembali ke hotel.
                Keesokan harinya, aku bangun pukul 7. Setelah aku mandi, pelayan mengantarkan sarapan. Sandwich floss dan susu vanilla. Mendung tapi cerah. Bagus, berarti aku bisa duduk sepuasnya di bawah Eiffel tanpa takut kepanasan, kataku dalam hati. Sekitar pukul 9 aku berangkat menuju menara Eiffel dengan berjalan kaki. Yaah, kira-kira jaraknya 1 km lah. Aku tak merasa capek karena pemandangan khas Eropa dengan orang-orang yang unik. Perancis terkenal dengan orang-orangnya yang romantis. Uniknya lagi, laki-laki disana, baik yang berprofesi sebagai CEO sampai tukang copet pun berwajah tampan.
                Eiffel masih sepi. Dengan kamera DSLR, aku memotret The Iron Lady* dari berbagai sudut pandang. Tiba-tiba ada seorang anak perempuan kecil berwajah oriental berpipi tembem menghampiriku. Ia menarik-narik jaketku. “Hey, what is your name?” Tanyaku. Bukannya menjawab, ia malah menangis.
Why? Do you lose your mom?” Tangisnya semakin kencang. Waduh. Aku mengelus rambutnya,”Let’s find your mom!”
                Aku harus membelikannya lollipop supaya tangisnya berhenti. Kami mengelilingi kawasan sekitar menara Eiffel dan belum juga ketemu. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 10, berarti aku harus kembali ke bawah menara karena ada janji sedangkan anak kecil ini belum menemukan ibunya. Handphone-ku berbunyi. Pasti Reina. “Bonjour*! Iya, iya ini aku kesana! Tunggu aku! Mereka belum datang? Oke, oke,” Jawabku sambil menggandeng anak kecil yang merepotkan ini.
                “MAMAAA!” Anak kecil yang sedang kugandeng berlari kemudian memeluk seorang wanita berwajah oriental yang… sepertinya kukenal. Kuputar memoriku. Aha! “TALITHA?!!” Wanita yang kusebut Talitha itu tampak heran,”Did we know each other? But anyway, thanks for help my daughter.” Ya ampun, aku salah orang lagi?! “Xie-xie*,” kata anak kecil itu padaku. Aku tersenyum,”Bu xie*. Sorry, I must go now. Bye!” Malu sekali aku sudah 2 kali salah orang, kukira mereka teman SMA-ku. Hah, mungkin karena aku terlalu rindu dengan mereka.
                Aku segera berlari menuju ke tempat perjanjian yang sudah ditentukan. Reina duduk di sebuah bangku sambil memainkan i-Phone-nya. “Rei!” Sapaku lalu duduk di sampingnya. Ia hanya mengangguk. “Kenapa, Rei?” Tanyaku heran melihat Reina yang kelihatan murung. Ia menunjukkan LCD i-Phone-nya.  
From: Kendra
      Sorry ya, Rei. Aku ngga bisa nepatin janji kita… Aku belum bisa ke Perancis. Sekali lagi maaf.. Oh ya, kata Tommy sama Talitha, mereka juga ngga bisa datang. Ivana ngga ada kabar. Sekali lagi maaf, Rei. Sampaikan salam kami buat Mora. Congratulations, your dream come true!
      Reina menangis. Aku juga sedih sekali. Padahal dulu kami punya janji “Someday we’ll meet in Paris”.  Aku memeluk Reina,”Udahlah, Rei. Ngga apa-apa. Nanti suatu saat pasti bisa ketemu disini. Jangan nangis dong, Rei!” Aku yang awalnya menenangkan dan menghibur Reina akhirnya menangis juga. Seakan terngiang di telingaku lagu Broken Vow yang dulu sering dinyanyikan Kendra dan Ivana. Janji kami teringkari. Aku dan Reina duduk dalam diam selama setengah jam.
                “Happy birthday, Mora. Happy birthday, Mora. Happy birthday, happy birthday… Happy birthday, Mora!” Terdengar suara nyanyian Happy Birthday dari belakang kami dan aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-34. Ternyata Kendra, Tommy, dan Talitha! Hey, di samping Talitha ada anak kecil yang kutolong tadi! Dan Kendra dan Tommy adalah laki-laki yng kutemui di dekat menara kemarin. “Kalian ngerjain aku, ya?! Dasar!!! Ahahaha!” Aku tertawa sekaligus menangis, tentu saja menangis bahagia. “Hahaha, kamu sampai nangis, ya? Wah, Reina ini ternyata pintar akting! Eh, Ivana kok ngga ada kabar, ya? Jangan-jangan dia ngga dating?! Ya udah deh, make a wish dulu, dong!” Kata Tommy. Aku memejamkan mata dan mengucapkan permohonanku,”Semoga kita tambah sukses, kita bisa sama-sama terus, dan… semoga Ivana datang sekarang juga!”. Saat aku membuka mataku, Ivana sudah ada di depanku dan membawa sebuket bunga. “IVANA!” Aku memeluknya. Kemudian kami berenam berpelukan, seperti Teletubies.     
                Kami berfoto bersama dengan latar belakang menara Eiffel. Eiffel, yang dulu jadi ikon kelas kami sekarang ada tepat di belakang kami. Eiffel, yang dulu cuma angan-angan yang hanya bisa kami lukiskan dalam kertas, sekarang sedang berfoto bersama kami. OUR DREAM IS COMING TRUE!

             -momo



Rabu, 01 Mei 2013

I LOVE US


Awalnya kelas kami (dulu kelas 10-6 pra-bahasa) beranggotakan 7 orang; Tasya-Kevin-Momo-Ratya-Ivo-Thomas-Trisha. Tapi, karena ada sesuatu, Trisha pindak jurusan IPS.
Ini foto pas kami masih di kelas 10, masih beranggotakan 7 orang (Ratya dan Ivo ngga masuk 
sekolah pas foto ini diambil). Dari kanan ke kiri; Kevin-Momo-Tasya-Miss Chen-Trisha-Thomas.

Inilah 6 orang yang tinggal.
Ini foto diambil pas kegiatan "Love and Caring Project". Waktu itu wali kelas kami masih Bu Maria

Kelas kami menang lomba kebersihan antarkelas. Karena jumlahnya yang hanya 6 ekor, kelas kami jadi gampang diatur dan ngga pernah kotor..
Wajah-wajah konyol pas masih kelas 10. Wah, waktu itu seneng banget dapet piala kebersihan kelas.

Juu Ichi Go = SEBELAS BAHASA
Kami berenam naik kelas dan sekelas lagi, juga menempati kelas yang sama. Tapi sayangnya ketenangan kami diusik dengan pemindahan kelas ke ruang doa.


Cuma berenam, mau foto aja diganggu sama guru-gurunya. Hhhhh...
Di Lentera Kasih, Magelang waktu abis Live-in. Tuh liat, Bu Maria sama Pak Herman keliatan banget pengen ngeksis. Wkwkwkwk... Bikin kami ngga konsen foto.


Baju kelas kami di bagian belakangnya ada gambar Eiffel gede dan ada tulisan "Someday we'll meet in PARIS." 
Sekarang okelah kita foto di Borobudur dulu. Let's see beberapa tahun lagi, siapa yang duluan foto di Eiffel. 














*Di tengah kesibukan tugas presentasi Antropologi, latihan nyanyi Mandarin, dikejar deadline jurnalistik yang super-duper banyak.*

-momo

Senin, 29 April 2013

Apa yang terjadi pada kelas Bahasa saat hari Kartini?


Osis SMAK Cor Jesu tahun ini ngadain event hari Kartini. Bagus sih bagus... tapi ngga buat kelas kami. Ini namanya bencana. Jadi ada 4 lomba; 1. cipta dan baca puisi, 2. menggambar Kartini semirip-miripnya, 3. fashion show, dan 4. cerdas cermat. Sebenernya event itu udah diumumkan sebelum libur UNAS dan kami juga udah bagi-bagi tugas. 
Lomba gambar, Kevin dan Ratya yang tanganin. Kenapa harus mereka berdua? Karena menurut pengalaman, Kevin butuh Ratya; dan Ratya butuh Kevin kalo masalah gambar-menggambar. (Waktu itu pernah lomba gambar Santa Angela, mereka berdua yang gambar, eeeeh... gara-gara Ratya nambahin gigi di mukanya Santa Angela, gambarnya malah jadi kayak monyet. Duuuh...)
Lomba cerdas cermat, harus beranggotakan 3 orang. Awalnya aku-Thomas-Ivo. Waktu itu aku yakin Tasya bisa dan mau ikut lomba baca puisi (Puisinya dibikinin Kevin, soalnya Kevin masternya nulis puisi di kelas kami. Dia pernah juara lomba nulis puisi, loh! Hebat, kan?!) Tapi ternyata Tasya ngga mau. Yah jadi aku sama Tasya tuker posisi. 
Lomba fashion show. Hhhhh... udah bisa ditebak; ngga ada yang mau maju. Sebenernya yang paling cocok tuh Kevin (calon artis nih) sama Ratya (photogenic). Aku udah berusaha bujuk-bujuk, rayu-rayu, berlutut dan menyembah (ga gitu juga kalee) biar mereka mau. Tapi mereka tetep aja ngga mau. Pernha ada pengalaman waktu kami masih kelas 10, Tasya mewakilin kami ikut lomba fashion show pas valentine party, dia maju sama Vino (anak 11Sos1, pacar Tasya). Udah, itu pengalaman lomba fashion show pertama dan terakhir buat kelas bahasa). 
  
Pas hari H, barulah aku tau kalo anggota OSIS ngga boleh ikut lomba apapun. Baaaaahhhhh! Aku udah bujuk-bujuk, rayu-rayu, berlutut dan menyembah (ga gitu juga kaleee) Erlinna, si ketua OSIS yang tampangnya doang sangar, padahal ga bisa marah. Dia tetep keukeuh kalo anggota OSIS ga boleh ikut. Okelah buat kelas lain yang penghuninya banyak. Naaah ini??? 6 orang, man! 2 lomba gambar, 3 lomba cerdas cermat, baca puisinya apa kabaaarrr???
Nasib kelas cuma isi 6 orang ya begini nih. Padahal secara ngga langsung, kelas Bahasa harusnya ikut dan menang lomba cipta dan baca puisi, kan?! Mau gimana lagi... Pas hampir mulai lomba baca puisi, aku sadar kalo kami pasti bakal malu banget karena ngga ada perwakilan dari kelas kami. Aku dorong Tasya biar dia bikin puisinya saat itu juga dan dia yang maju. Dia sempet mau, dia bikin 1 bait, eeeh abis itu berhenti. Dia bilang dia ngga bisa. Jujur, aku kecewa beraat. Harusnya kalian ngerti dong kalo aku anak OSIS dan ngga mungkin ikut lomba itu. Marah, malu, sedih, kecewa campur aduk. 
Selesai lomba baca puisi (Sumpah.. Raja X-3 dan Ricci X1IPA3 keren banget bacanya), Bu Endang, Bu Agnes, dan Miss Christin manggil aku yang lagi berkeliaran di aula. Aku tau kenapa mereka manggil aku. "Kenapa anak Bahasa ngga ikut lomba baca puisi?", "Aduh, kalian ini. Anak Bahasa kok malah ngga maju lomba baca puisi." Uuuugggghh, akhirnya terpaksa aku jawab,"Mau gimana lagi, bu. Kelas kami kekekurangan orang. Harusnya sih saya yang maju, tapi anggota OSIS kan ngga boleh ikut." Aku tau kalo 'kelas kami kekurangan orang' itu bukan alasan. Ngga masalah kan sebenernya kalo salah satu dari 5 orang itu maju dan baca puisi?! Tapi mau gimana lagi, nasi udah jadi bubur. Kalo kata Thomas,"Ya udah laaah yaa." 
Trus sebelum lomba baca puisi, ada lomba cerdas cermat. 12 kelas dengan anggota masing-masing 3 orang, langsung diadu sekaligus. Awalnya satu deret ngga cukup, akhirnya aku usulin ke Ivone (koordinator lomba cerdas cermat) buat mindah kursinya jadi depan belakang (semoga kalian ngerti maksudku). Pas dia bagi kelasnya, kelas 11 Bahasa dapet tempat di belakang pojok. Waduuuuuh, ini gimana bisa keliatan, pikirku. aku jadi nyesel kenapa tadi usul kayak gitu. Nah pas lombanya, Ivo-Thomas-Tasya dan Tini (anggota OSIS yang tugas dampingi kelas kami) kewalahan. Ngga keliatan sama pembaca soalnya. Hasilnya? Nol. Kelas kami dapet poin nol. Payaaah... Mereka bertiga nyalah-nyalahin posisi duduk yang ngga strategis sama-sekali. Itu kan ideku, guys!!! Jadi sebenernya itu salahku sih. Hehehe.. I’m so sorry, guys…
Semua lomba udah selesai, OSIS bagiin brownies Amanda ke kelas-kelas. Tiap kelas satu kotak. Wuahahaaha, beruntungnya kelas kami!  Ada untungnya juga kelas isi 6 orang. Bu Magda yang masuk kelas kami aja ngga ikut makan browniesnya sama sekali. Pas si ketua OSIS nanya,"Brownies di kelas kalian sisa ngga?" aku cuma nyengir,"Sisa kotaknya." Gini-gini penghuni kelas Bahasa perut karet semua. 

-momo

Minggu, 21 April 2013

Terimakasih Ibu KARTINI

SELAMAT
HARI KARTINI
Wanita Cerdas, Negara Hebat

   


Terimakasih atas segala perjuanganmu untuk hak perempuan.
Kalau bukan karena engkau, tak akan ada murid perempuan di kelas bahasa ini. 






*Catatan:
R.A. Kartini bukan pengarang buku "Habis Gelap Terbitlah Terang", karena buku tersebut muncul pada waktu beliau sudah meninggal. Buku tersebut ditulis pada tahun 1911 oleh Mr. J.H. Abendanon, seorang mantan menteri kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia Belanda yang mengumpulkan surat-surat R.A. Kartini yang dikirim kepeda teman-temannya di Eropa. Kemudian pada tahun 1922, barulah buku tersebut dicetak dalam versi Indonesia.

-momo

Kamis, 11 April 2013

Let's Talk About "FUTURE"

Seharusnya sekarang aku harus ngerjain naskah drama Bahasa Indonesia yang harus dibagi ke anak-anak besok. Tapi... yah biasalah, penyakit lama alias males. Lagian, salah sendiri ngasih tugas aneh-aneh (hehe, sebenernya kitanya aja yang terlalu males). Lagi pengen maen blog nih bawaannya.

Mari kita cerita-cerita tentang "masa depan anak bahasa".

1. Anastasia Asti Jayanti Hendralarsa a.k.a TASYA
-Paling jago bahasa Mandarin di kelas (eh, di angkatan kami mungkin ya. Soalnya UTS kemaren dia dapet 100, perfect man!)
-Sering kami panggil 'tacik' gara-gara pikirannya dagang mulu. Tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik selalu promosiin barang dagangan, haha.
Mau nerusin kuliah dimanakah dirinya?
Kami udah yakin banget kalo Tasya itu cocoknya jadi guru Mandarin (gantiin Laoshi Lydia, lah..). Tapi, si Tasya ini ngotot mau masuk jurusan Public Relation atau Psikologi. Yang jelas, mulai sekarang dia udah nyari-nyari beasiswa ke China. Semoga dapet, Sya! Amin!

2. Kevin Pradhana a.k.a KEVIN
-Paling jago sastra arab melayu, jadi kami selalu tenang kalo sekelompok sama dia pas kuis di kelas. 
-Sejak awal masuk kelas bahasa, kalo ditanyain alasannya selalu jawab,"mau jadi guru bahasa Inggris."
-Paling cerewet di kelas.
-Akhir-akhir ini cita-citanya pengen jadi artis semakin menggebu-gebu. Kami sih dukung-dukung aja, lumayan kan punya temen artis?!! Hehe.
Mau nerusin kuliah dimanakah dirinya?
-Pengen kuliah di Jakarta tapi masih galau mau masuk jurusan sastra bahasa Inggris atau broadcasting.

3. Saya atau Maria Monica Yosinayang a.k.a Momo
-Ngga tau paling jago di bidang apa. Tapi paling nyambung di pelajaran bahasa Inggris dan sangat tertarik sama bahasa Prancis (sebenernya yang bikin aku tergila-gila sama Prancis itu Eiffel, hehe)
-Masuk bahasa dan merasa berbakat di bidang bahasa tapi ngga tau kenapa nilai sastra arab melayu selalu parah. Juga ngga terlalu nyambung sama pelajaran bahasa Jepang dan ngga ngerti bahasa Mandarin. Dan yang paling parah adalah nilai math yang ngga pernah ngga merah di raport.
-Suka banget nggambar yang lucu-lucu dan bisa maen keyboard, organ, dan piano. Suaranya juga ngga jelek-jelek amat kalo nyanyi.
Mau nerusin kuliah dimanakah diriku?
-Jadi ada 4 pilihan yang masih buat aku bingung; jornalism multimedia (Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang), jurusan sastra Perancis (UGM, Jogja), Hubungan Internasional (UGM, Jogja), dan musik gereja.
-Sebenernya pusing karena; kalo kuliah di Tangerang itu jauh banget dari rumah (Madiun) tapi disana tinggal sama Bulik Tutik dan bisa sambil kerja, tapi kalo di Jogja dekeeet banget dari Madiun tapi numpang di saudara dan berpotensi ngrangkap jadi pembantu. Pusing, deh!

4. Ratya Anindhita a.k.a Ratya
-Paling jago di bidang kerohanian. Haha, saking sibuknya dia sama kegiatan gerejanya. Ngga heran deh kalo tiba-tiba ketemu lagi dia udah jadi pendeta atau... istri pendeta? Let's see... hehehe
-Hobi nulis. Dia ini juga nulis buat majalah gerejanya, dapet honor lho! Baru-baru ini dia gabung ekskul jurnalistik tapi kayaknya kurang cocok deh (sama pembinanya?)
-Yang paling sibuk di antara kami berenam. Ngga bisa kerja kelompok hari Sabtu soalnya dia ngajar nari di SD dan nggambar di TK. Hebat, kan? Kami tinggal tunggu traktiran lah kalo dia gajian, hehe.
Mau nerusin kuliah dimanakah dirinya?
-Dia aja bingung, apalagi kami! Tapi kami yakin aja kalo dia bakal mengambil bidang yang berhubungan sama gereja.  
-Udah dapet beberapa tawaran beasiswa teologi (wow). Terima aja, lah!

5. Stephanie Ivo Rousmalida a.k.a Ivo
-Pas kelas 10, dia paling jago math.
-Suka bahasa Inggris, jago listening, vocab-nya dia juga banyak.
-Juga naruh minat di bahasa Prancis.
-Suka bikin ribut. Paling sering absen dan itu buat kelas isi 6 orang jadi tambah sepi.
-Sering banget galau-galau ngga jelas.
Mau nerusin kuliah dimanakah dirinya?
-Pengen kuliah di Surabaya jurusan sastra Perancis atau DKV. Kami dukung-dukung aja sih. Semangat, vo!

6. Thomas Elvano a.k.a Thomas
-Expert-nya bahasa Jepang. Anak kesayangannya Sensei. Dia bisa jago Jepang gara-gara demen nonton film sama denger musik Jepang. Satu-satunya anak bahasa yang ngga tertarik sama Perancis, pikirannya Jepang mulu, sih! Tapi anehnya ngga pernah dapet nilai 100 pas UAS atu UTS Jepang. Makanya jangan ngremehin, donk! Mentang-mentang udah jago!
-Jago bahasa Inggris. Vocabulary, oke. Pronouncation, oke. Anak bahasa sejati.
-Musuhnya itu sastra Arab Melayu. Sering banget badmood seketika gara-gara frustasi sama pelajaran itu.
-Paling konyol di kelas. Bibirnya yang seseksi Angelina Jolie susah mingkem. Sampe-sampe harus diingetin biar ngga mangap terus.
-Paling penurut dan hobi nraktir, jarang marah walaupun dibully setiap saat.
Mau nerusin kuliah dimanakah dirinya?
-Masih bingung mau kuliah apa. Tapi yang jelas hatinya ada di Jepang.
-Oh ya, jago IT juga dia. Mungkin gara-gara keseringan kumpul sama gengnya yang demen begituan juga,ya?
-momo

   





Minggu, 07 April 2013

TRUST ME


Hidup ini tak selamanya mulus, 
bagai roda pedati; kadang di atas, kadang di bawah.

Okelah kalo sekarang anak Bahasa dianggap anak buangan, kelas terpencil, sangat diragukan, dan lain sebagainya. sakarang kita emang di bawah. Tapi, let's see beberapa tahun ke depan. Giliran kita yang ada di atas. Do you believe it? Agnes Monica aja bilang,"Dream, BELIEVE, and make it happen." So guys, do your best and God will do the rest!


Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian; 
bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.

Eits, tapi ati-ati buat anak Bahasa! Jangan terlalu santai, lho! Sekarang waktunya buat belajar, perbanyak vocab berbagai bahasa asing yang diminati dan yang berguna buat masa depan, juga latihan pronouncation-nya, bikin tulisan dan kreasi sebanyak-banyaknya. Penting buat anak bahasa! Dibanding anak IPA, kita punya lebih banyak waktu luang, jangan sia-siakan! Pakai buat kegiatan-kegiatan positif dan usahakan menunjang masa depan kita, contoh; nulis artikel buat majalah sekolah, pelayanan di gereja,  usaha kecil-kecilan, dan masih banyak lagi. Eh, tapi jangan lupa belajar!

Kegagalan adalah awal dari kesuksesan.

Ikut lomba dan kalah! Alah, itu mah biasa! Yang ngga biasa itu; ikut lomba - kalah - kalah- kalah - berusaha - berjuang - pantang menyerah - mengoreksi diri - belajar dari orang lain - mendengarkan kritik - dan akhirnya MENANG! Ada seorang guru yang menghina kelas bahasa karena di sebuah perlombaan dalam rangka bulan bahasa ngga ada seorang pun anak bahasa yang ikut dan menang lomba itu, malahan anak-anak dari jurusan lain yang menyabet piala. Santai aja lagi! Kita woles, man. Masih banyak kesempatan buat pembuktian.

Man jadda wajada; 
siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil.

Hey, jangan kira kami masuk bahasa karena terpaksa, ya! Karena dulu di form pemilihan jurusan, Bahasa kami tulis di pilihan no.1. Hidup itu pilihan, dan kami memilih bahasa. Di angkatan kami, berapa yang memilih jurusan bahasa? 6 cuil orang. Maaf, bukannya apa, tapi itu berarti cuma kami yang berani ambil resiko dan ngga membohongi diri sendiri buat masuk ke jurusan lain yang memang ngga sesuai sama minat dan cita-cita.
Asal kita serius dan bersungguh-sungguh menekuni bidang yang udah kita pilih, yakin dan percaya; kita bakal sukses. Daripada milih suatu bidang cuma gara-gara gengsi dan tuntutan orang lain tapi kita ngejalaninnya setengah-setengah, jangan harap bisa maksimal. 


 -momo




Kamis, 04 April 2013

Photo Session - Behind The Scene

Dandan dulu yaa biar cantik.. hahhaha..

Duh Momo rempong deh.. hahhaha..

Maskaraan dulu yaa..

Nah.. sekarang dijepit.. awas ngeces kayak Thomas.. hhahaha..


Nahan Ketawa..Ngga kuat kalo natap mata >_< Hahahhaha!

Ketawa juga deh akhirnya.. Hahaha.. Maklum grogi.. Perdana sih.. Hahahhahaha..

Tunggu film perdana kita yaa.. See you soon!!!

 

-Tasya